Sabtu, 29 Juni 2013

KEKERASAN HANYA MELAHIRKAN KEKERASAN DAN MASALAH BARU



Pemerintah Indonesia Tidak Memeliki Hati dan Niat Baik Untuk Menyelesaikan Masalah-masalah Di Papua.


Artikel Oleh:  Marthen Goo






Masalah

Masalah di Indonesia memiliki ribuan masalah yang hanya terlihat mengorbankan rakyat kecil. Berbagai masalah terlihat tidak hanya pada masalah Ekonomi, Sosial, Pendidikan, Kesehatan dan Budaya, namun sampai pada masalah kekerasan Negara terhadap rakyat sipil. Kekerasan Negara terhadap rakyat Sipil selalu terlihat di Daerah yang dikonflikan dan di Daerah yang memiliki kelimpahan kekayaan Alam, seperti di Papua.

Konflik di Papua terlihat jelas bahwa sengaja dibuat sebagai upaya untuk mendatangkan pendapatan pada Militer Indonesia. Konflik di Papua dikenal dengan bisnis atau konflik sebagai bisnis militer. Dengan dibuatnya konflik, dana pengamanan sampai miliaran rupiah dianggarkan dengan alasan pengamanan, sementara dana-dana tersebut hilang pada sekelompok orang tertentu di Militer. Kencangnya Bisnis militer, lebih besar di Daerah PT.Freeport.  Perebutan lahan Bisnis pengamanan antar TNI dan Polri sangat terlihat jelas, sehingga skenario konflik diciptakan, dengan mengorbankan rakyat sipil tak berdosa.

Dalam situasi scenario konflik yang dibangun, Pemerintah Pusat selalu mengirim pasukan ke Papua dengan alasan pengamanan. Sementara, kekerasan di Papua justru diciptakan oleh Militer. Militer melalui Polri, trurut mematikan ruang demokrasi di Papua. Hal itu bisa dilihat dengan pelarangan aksi rakyat untuk menyuarakan keadilan; pelarangan terhadap jurnilasi asing, sampai pada pelarangan terhadap pekerja kemanusiaan tuk melakukan advokasi di daerah-daerah konflik; pelarangan terhadap NGO’S atau lembaga-lembaga Internasional non Pemerintah untuk masuk melakukan advokasi di Papua. Penyiksaan terhadap warga sipil yang dilakukan oleh Brimob di Paniai, Deyai dan Waghete serta intan Jaya dan beberapa kabupaten di Papua. Kasus terbaru, Anggota Brimob menganiaya Korban rakyat sipil, 27/6/2013 di Waghete.


Masalah hanya akan melahirkan masalah Baru

SBY berjanji dengan berkomitmen akan menyelesaikan masalah Papua melalui Dialog, namun SBY hanya menipu banyak kalangan. Ini masalah yang dibuat SBY, yang sesungguhnya hanya melahirkan masalah baru, yakni dengan tidak percayanya warga papua terhadap Pemerintah Pusat.

SBY juga perna berkomitmen untuk menyelesaikan masalah. Komitmen itu disampaikannya di depan Tokoh-tokoh Gereja baik di Kediamannya Cikeas, namun juga di Istanah Negara. Namun SBY telah menipu Tokoh-tokoh tersebut, karena sampai detik ini, tidak ada niat baik SBY tuk menyelesaikan masalah Papua melalui Dialog yang dijanjikan itu.

SBY malah mendorong UP4B yang secara konstitusional bertentangan dengan UU No. 21 thn 2001. Dan aneh lagi, SBY justru mendorong diperlakukannya UU Otonomi Plus, yang kini digembar-gemborkan oleh Lukas Enembe, gubernur Papua. UU Otonomi Plus secara konstitusi adalah “Ilegal”, karena dalam system pemerintahan hanya ada Otonomi Daerah dan Otonomi Khusus. Tidak ada istilah Otonomi Plus dalam sistem pemerintahan atau dalam semua konstitusi di dunia ini.

Sehingga hal itu dilihat dengan masalah yang kemudian akan melahirkan masalah lebih besar yang justru dilakukan oleh Pemimpin Negara, SBY. Hal itu belum lagi jika dilihat dari penambahan pasukan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, yang sesungguhnya hanya mengorbankan rakyat sipil karena kebrutalan yang dilakukan oleh Aparat Negara terhadap rakyat Sipil.


Baik kekerasan militer maupun Kekerasan melalui kebijakan, hanya akan melahirkan kekerasan yang panjang dikehidupan rakyat, yang hanya mengorbankan rakyat Sipil tak berdosa. Perlawanan TPN terhadap Militer Indonesia seperti di Puncak Jaya yang menewaskan 8 Anggota TNI, sesungguhnya adalah gagalnya pendekatan yang dilakukan oleh Negara. Negara hanya mengedepankan pendekatan kekerasan dengan dilakukannya penambahan pasukan terus ke Papua. Jika TNI 8 orang yang ditembak, seungguhnya rakyat sipil Papua sudah ribuan orang yang disiksa dan dibunuh oleh Militer Indonesia. Namun sesungguhnya, bukan pada jumlah, tapi pada pendekatan dengan kekerasan hanya akan terus melahirken kekerasan.


Doktor dan Profesor di Pertanyakan….!!!

Di Indonesia banyak sekali Doktor dan Profesor yang semestinya memiliki kemampuan untuk menyelesaikan konflik di Papua. Masa sampai dektik ini, tidak ada kemampuan untuk menyelesaikan masalah Papua?

Presiden RI saja memiliki gelar Doktor, terlepas dari itu sebagai Gelar Penghargaan. Semestinya SBY sebagai Doktor berpikir Doktorat untuk menyelesaikan masalah di Papua, bukan memperkeruh soal di Papua. Jika SBY saja memperkeruh soal di Papua, sampai kapan pun, Soal tidak akan selesai di Papua, sementara rakyat sipul korban terus menerus dan akan mempercepat “punahnya orang Papua”.


SOLUSI
Jika kekerasan tidak menyelesaikan masalah dan hanya melahirkan masalah baru, semestinya Presiden SBY harus kembali pada komitmen awalnya untuk menyelesaikan masalah Papua melalui Dialog. SBY harus berhenti dengen menipu Tokoh-tokoh agama dengan mengumbar jani-janji Palsu.

SBY, sebagai Presiden RI, harus segera membuka diri untuk digelarnya Dialog Jakarta Papua untuk menyelesaikan masalah papua secara menyeluruh. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar