Jumat, 01 Mei 2015

1 MEI 1963, JILID KE DUA KEJAHATAN KEMANUSIAAN DI PAPUA

“Penyerahan Papua ke Indonesia oleh UNTEA adalah ILEGAL dan Melanggar Hak Asasi Manusia, Khususnya Hak Hidup Orang Papua”

“...Sejarah tidak perna menipu dan bahkan akan selalu tertanam dalam tiap sanubari anak-anak Bangsa dari satu Generasi menuju Generasi berikutnya, di mana saja Mereka Berada...” (marthen goo)

Perlau disadari oleh semua Insan manusia di dunia bahwa ada keganjalan besar dalam Sejarah Papua yang berusaha dimanipulasi atau ditutupi kebenaran Sejarahnya. Bagi sejarah orang Papua, 1 Mei 1963 adalah kejahatan kemanusiaan jilid kedua dari rentetan kejahatan kemanusiaan yang dilalukan Negara di tanah Papua, di mana Jilid Pertama dikenal dengan lahirnya Tiga Komando Rakyat (Trikora) 19 Desember 1961, yang diikuti dengan pendudukan militer Indonesia di tanah Papua, yang menumpas rakyat sipil di Tanah Papua (terjadi pelanggaran Ham besar-besaran pada tahap pertama).
Jilid kedua masuk dalam tahapan kepentingan Amerika dan Indonesia, melalui deal Politik yang dibangun John F Kenedy dan Soekarno atas upaya pencaplokan tanah Papua. Proses penyerahan Papua dari UNTEA ke dalam Indonesia, adalah sebuah proses upaya pengkondisian yang dilakukan oleh Indonesia agar mencapai target kemenangan pada Pepera 1969. Lebih buruk lagi, keberadaan Freeport di Papua justru lebih dulu sebelum penentuan Pendapat Rakyat digelar, yakni 1967, dan ini tidak melalui sebuah mekanisme formal, sehingga sangat Ilegal. Proses Ilegal dan Kejahatan luar biasa atas konspirasi Amerika dan Indonesia sangat menghancurkan peradaban Orang Papua dan melecehkan martabat Papua.
1 Mei 1963 adalah Proses penyerahan Papua ke UNTEA tanpa melibatkan orang Papua. Proses serahkan-menyerahkan Papua menjadi Hak dan Kewenangan Amerika dan Indonesia, seakan orang Papua itu bukan manusia yang tidak memiliki hak untuk menentukan nasip mereka dan nasip negeri mereka. Ini kasus kejahatan terbesar yang sudah dilakukan oleh Indonesia dan Amerika karena tidak membuat mekanisme dengar Hak Orang Papua, apakah mau Papua tetap dalam kawasan atau perlindungan UNTEA ataukah Belanda atau mungkin Negara Lain.
Sehingga, dengan tegas saya boleh menyimpulkan, 1 Mei 1963, yang mana, Proses Penyerahan Papua dari UNTEA ke Indonesia adalah “ILEGAL”. Dan hal ini, tidak ada yang bisa membantahnya, karena ini kebenaran sejarah. Kebenaran yang mana, proses penyerahan justru dilakukan sepihak oleh Indonesia dan Amerika atas kepentingan kedua Negara tanpa Melibatkan orang Papua.

Situasi Hari Ini
Hari ini, Negara melalui Aparat Negara membangun Opini di seluruh Indonesia, 1963 adalah “kembalinya Papua ke Indonesia”. Pertanyaan sederhana, Kapan Papua menjadi bagian dari Indonesia sebelumnya, kemudian pergi dan kembali lagi, sehingga dibilang kembali ?
Papua merupakan sebuah bangsa yang perna merdeka 1961. Kemerdekaan Papua sesungguhnya sama dengan Indonesia. Yang membedakan Papua dan Indonesia adalah “Kemerdekaan Papua diakui Belanda dengan ketulusan”, sementara “Kemerdekaan Indonesia belum diakui seutuhnya kemerdekaannya”. Dan bahkan pemberian kemerdekaan Indonesia 1949 oleh Belanda itu pun dengan keterpaksaan atas desakan Amerika.
            Jika kita lihat proses pemajangan Baleho di Papua seperti Baleho yang dipajang Korem 172 Jayapura yang tertuliskan “1 Mei 1963 Tonggak Sejarah Pembebasan Masyarakat Papua dari Kebodohan, Kemiskinan dan Ketertinggalan”, ini pernyataan Pembodohan Publik. Ini menunjukan bahwa Korem tidak tahu sejarah Papua sesungguhnya. Orang Papua justru lebih maju jauh dari Indonesia di bawah tahun 1961. Orang Papua punya ratusan Dokter tamatan Belanda. Orang Papua punya Guru Tamatan Belanda yang Propesional. Orang Papua punya Teknisi dan banyak yang lainnya. Dan bahkan, saat itu orang Papua punya Perusahaan dan Tokoh-tokoh. Rumah Sakit Dok-2 di jaman itu, justru menjadi rumah sakit rujukan untuk Asia dan Pasifik. Papua di jaman itu sudah bersaing dengan Orang Eropa. Sayangnya, semua itu hilang dan hancur saat terjadi pendudukan dan penumpasan yang dilakukan oleh Negara melalui aparat Negara.
            Bastian Rumaseb, Asisten Dokter Bedah di ruang operasi mulai dekade 1940 an – 1950an menjadi pekerja Propesional di Jaman Papua menuju Kemerdekaan. Dia kemudian di kejar oleh Aparat Indonesia dan harus mengungsi. Dan kemudian bekerja membantu pekerjaan misionaris dari Gereja Reformasi di salahsatu pos Zending yang baru dibuka di pedalaman Merauke (Mappi Atas) saat itu. Ini salah satu contoh kasus, seorang Asisten Dokter Bedah di tahuan itu, kemudian harus kehilangan Profesinya. Dan kasus yang sama menimpah semua Dokter-dokter Papua, Manteri-manteri Papua, Teknisi-teknisi dan yang lainnya.
            Dari sejarah Papua, sesungguhnya menunjukan bahwa yang membawa kebodohan, kemiskinan dan ketertinggalan untuk orang Papua adalah Negara Indonesia. Tidak ada dalam Sejarah Dunia bahwa, masyarakat yang punya kelimpahan kekayaan menjadi Miskin, Bodoh dan Tertinggal, kalau bukan karena Sistem Negara yang membuat masyarakat setempat itu Bodoh, Miskin dan Tertinggal. Apalagi, Papua punya sejarah sebelum Indonesia masuk, bahwa, Papua lebih maju jauh dari Indonesia dan Papua di bawah tahun 1960 perna  bersaing dengan Eropa, dan jauh lebih maju dari Asia dan Pasifik.

Keganjalan Hari Ini
            Hari ini, 1 Mei 1963, hari dimana semua orang di dunia bisa menanyakan proses Penyerahan Papua oleh UNTEA ke Indonesia, yang mengakibatkan banyak terjadi kejahatan kemanusiaan di tanah Papua. Proses tanya menanya adalah proses Demokrasi yang semestinya dihormati siapapun, sekalipun itu Negara. Sayangnya, justru hari ini, orang Papua dilarang aksi di tanah leluhur mereka, tanah Papua. Bahkan, tadi subuh, 01.30, ada penangkapan di Merauke kepada anggota PRD dan KNPB dan beberapa anak-anak Papua ditangkap di beberapa kota, sekalipun itu di Jawa. Dari situasi penangkapan dan pelarangan aksi pada 1 Mei 1963 di tanah Papua, sesungguhnya menegaskan bahwa “1 Mei 1963 ada masalah”. Apa masalahnya ? tentu masalahnya adalah konspiratif yang dimainkan oleh Amerika dan Indonesia. Dan Proses itu adalah Proses  Ilegal.
            Situasi saat ini menunjukan bahwa, semakin represif di Papua, semakin menimpulkan jutaan pertannyaan tentang Papua. Dunia saat ini bukan dunia kumpulan orang-orang tidak mengerti yang bisa tertipu oleh semua skenario pelarangan atau pun penutupan semua akses skalipun itu akses informasi. Dunia sekarang adalah dunia teknologi yang bisa membuat manusia di dunia memahami semua masalah di dunia. 1 Mei 1963 pun, tentu sudah menjadi pengetahuan publik sekalipun Negara melalui Aparat Negaranya memutar balik jutaan kata dengan kampanyenya, namun semua itu hanya akan menunjukan kebodohan pada Publik.
            Sejarah mengajarkan pada kita untuk mengetahui kebenaran peristiwa di masa silam. Sejarah juga mengantarkan kita pada pemahaman yang objektif dan akurat kebenarannya. Kiranya kebenaran sejarah Papua menjadi kekuatan Proteksi bagi orang Papua yang dalam Populasi penduduknya mulai mengalami penurunan yang sginifikan.
            Kiranya tulisan ini bisa membantu kita sekalian untuk lebih pekah melihat kebenaran di Tanah Papua dengan akal budi dan marifat yang tinggi. TUHAN memberkati.



Oleh: MARTHEN GOO (Aktivis Kemanusiaan Papua)

Minggu, 01 Maret 2015

MAMA-MAMA PAPUA JUAL DI BAWAH TERIK MATAHARI



Pejabat Hanya Mampu Korupsi dan Tak Mampu Membangun Pasar Walau Dengan Sehelai Seng

Kondisi Ril Pasar Mama-mama Papua di Moanemani. Jarak Kantor Bupati ±100 meter dari Pasar
Inilah wajah Dogiyai, wajah dimana Mama-mama Papua yang berasal dari suku “MEE” hanya mampu melakukan proses penjualan hasil Bumi mereka di bawah terik Matahari. Mereka tiap harinya menghabiskan waktu dengan menaruh barang mereka di atas tanah, dan kemudian diserang terik matahari. Banyak pejabat yang melintasi lokasi pasar seakan buta melihat situasi kritis yang harus diselamatkan.

Lokas pasar tidak jauh dari Kantor Bupati. Jarak lintas dari Pasar ke Kantor Bupati ±100 meter.  Pasar yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi rakyat dianggap tidak penting oleh Pemerintah Daerah. Akibat dianggap tidak penting, pembangunan Pasar sampai saat ini diabaikan terus menerus dan tidak perna ada usaha pembangunan Pasar.

Begitu Dana banyak di Kabupaten ini pun, sangat tidak terlihat satu wajah pembangunan yang berarti. Di tahun 2013, Dogiya mendapatkan dana Otsus sebesar 73 Miliar (http://www.antaranews.com/berita/385444/kabupaten-dogiyai-diguyur-dana-otsus-rp73-milyar). Anehnya lagi, dana Bansus 32 Miliar pun dilenyapkan oleh Para perakus / lintah darat. Pada hal, hanya membangun pasar sederhana, pasar yang memenuhi standar kesehatan saja pun tidak bisa dibangun. Pada hal, pembangunan pasar sederhana, tidak membutuhkan dana besar.

Sampai kapankah pasar bagi Mama-mama Papua ini akan dibangun...?
Apakah mereka akan dibiarkan hancur terus seperti ini dan menderita selamanya...?

Selasa, 24 Februari 2015

BURUKNYA EKONOMI PENDUDUK PAPUA ADALAH DESIGN KEBIJAKAN



KENAPA EKONOMI BAGI WARGA ASLI PAPUA SANGAT BURUK DAN MENGALAMI MARJINALISASI YANG BRUTAL....???

Ekonomi tentu dikenal sebagai ukuran kemajuan suatu daerah, suku atau kelompok tertentu, bahkan merupakan kemajuan sebuah Bangsa. Tentu dalam perekonomian, banyak hal menjadi ukuran akan kemajuan dari proses pertumbuhan perekonomian tersebut. Sarana penunjang pertumbuhan perekonomian ternyata memiliki pengaruh besar, seperti Pasar, Sistem pemasaran, sampai sasaran pemasaran yang tepat.

Di luar dari Papua, seperti di Jawa, Pasar sebagai pusat pertumbuhan ekonomi rakyat sangat ril, dan bahkan ada pasar rakyat yang dibangun oleh Pemerintah. Pemerintah juga berfungsi sebagai agen dan sarana dalam mendistribusikan hasil rakyat di Jawa. Banyak sekali Koperasi Unit yang menopang kemajuan Rakyat. Sistem pamasaran juga sangat jelas dan sasaran Pemasaran tertuju.

Lebih dari itu, Sistem Pemasaran mengikuti dinamika global atau dunia.

Bagimana dengan Papua...???
Papua bukan tidak bisa, bukan juga gagal, tapi dibuat tidak bisa dan dibuat gagal oleh situasi dan resim Serta Sistem Negara.


FAKTOR PENGHAMBAT PEREKONOMIAN RAKYAT PAPUA:

(1). RASA AMAN
Mama-mama dan masyarakat umumnya di Kampung-kampung dulu rajin skali membuat kebun, dan menghasilkan hasil Bumi yang sangat gemilang. Sistem kerja mereka pun terarah. Kebiasaan masyarakat saat harus ke Kebun, saat matahari mulai menunjukan wajahnya, mereka pun melangkah lebih cepat ke Kebun untuk melakukan aktivitas mereka di kebun. Masyarakat Papua selalu di Kebun Jam 6 Pagi sampai jam 18.00 (6 Sore).

Waktu yang begitu lama mereka di Kebun. Di mana, mereka mampu membersihkan kebun-kebun yang sangat luas, dan melakukan penanam serta pemanenan. Dan hari-hari mereka lewati dengan semangat kerja yang tinggi. Hanya pada hari minggu mereka harus mengurangi waktu kerja mereka di Kebun. Ada yang biasanya ke kebun setelah ibadah, dan lainnya.

Kebiasaan itu sirna semenjak Aparat Negara masuk kebun-kebun, semenjak banyak perempuan diperkosa dan semenjak banyak yang hilang dan tidak diketemukan, masyarakat dan mama-mama jadi takut ke Kebun. walau pun mereka ke kebun, waktunya hanya 1 atau 2 jam, itu pun pada jam 11,12,13 siang, dan kemudian pulang. Ini faktor yang sangat menghambat kehidupan rakyat di Papua. Saat mereka harus makan dari hasil kebun, mereka pun kadang mulai bingung harus kemana, sementara beras raskin seakan mengajak mereka juga untuk tidak berpikir akan kehidupan mereka di kebun.

(2). STIGMATISASI
Semenjak ada Stigma yang menekankan "Orang Papua Bodok, Orang Papua tidak mampu, Orang Papua Separatis dan Makar", membuat Bank menutupi diri pada masyarakat, dan kemudian membuka ruang bagi Non-Papua untuk menguasai Ekonomi sektoral. dan ini tentu bagian dari Diskriminasi Ekonomi yang sangat tinggi. Upaya Stigmatisa ini sampai sekarang terus dipelihara oleh Oknum yang memang menghendaki ekonomi rakyat Papua makin buruk dan hancur.

(3) DISKRIMINASI
(a)). Pertama kali Trans masuk di Papua, mereka difasilitasi oleh Negara. Mereka diberi lahan (Negara Merampas Tanah Adat yang daerahnya strategis dan subur), kemudian Negara membuat Irigasi, Negara membuat jalan menuju Kebon, Negara menyiapkan Pasar, Negara menyiapkan transportasi pengangkutan hasil Bumi. dengan demikian, Para Trans memiliki jalur ekonomi yang baik dan pertumbuhannya juga pesat.

Sementara orang asli Papua, dari satu gunung ke gunung yang lain. tidak ada transportasi. beban angkut ke Pasar mengandalkan fisik dari satu gunung ke gunung yang lain. akibatnya hasil Bumi pun mengalami kerusakan atau layu. tentu, dari proses persaingan menurun. Belum lagi, karena beban fisik yang besar, kadang ketika rakyat sakit, mereka harus ke rumah sakit dan membayar uang berobat lebih besar dari pendapatan mereka. Belum lagi angkot/kendaraan dari rumah mereka ke rumah sakit. Di mana, rumah sakit, sekolah dan fasilitas lainnya hanya difokuskan pada kawasan transmigrasi.

(b)). Stigmatisasi yang panjang, tentu sebagai upaya pengalihan kepercayaan kepada Non-Papua.

(c)). Tidak adannya pendidikan pemasaran, fasilitas pemasaran, sampai dengan tujuan pemasaran pada masyararak lokal, sementara yang dari luar justru ditopang dan memiliki skil penunjang lainnya dengan dilindungi kebebasan mereka oleh Negara.


(4). SALING CURIGA
Pejabat Papua saja, masih lebih percaya Orang Non-Papua dari pada mempercayai orang Papua. Mereka masih lebih percaya orang Non-Papua yang tidak berpendidikan dari pada orang Papua yang berpendidikan, apalagi yang tidak berpendidikan.

Ada satu cara pandang yang buruk, yang menjiwai orang Papua. sehingga, pejabat Papua terlihat jelas dengan acuh tak acuh pada rakyatnya sendiri.

Kasus Pasar mama-mama Papua di Jayapura, bisa dilihat. Jaman Gubernur Bas Suebu, dengan muda Bas berkata "Mulut saya SK", tapi sampai dia turun, pasar tidak perna dibuat. Lukas Enembe pun tidak terlihat niatnya bangun Pasar. DPR-P selalu lari saat mama-mama Papua aksi di DPR-P.
MR Kambu saat menjadi Walikota, dia menunjukan kebodohannya dengan berkata "Mama-mama itu tidak mendatangkan pendapatan daerah" Roko-ruko dinilai sebagai pembangunan stratgis yang bisa mendatangkan pendapatan daerah.

Selain hal di atas, ada hal buruk lain adalah, ketika Pejabat Daerah hendak membangun rakyat, mereka distigma membangun Separatis. Stigma ini juga bagian dari cara resim untuk memaksa Pejabat Daerah tidak mempercayai rakyat mereka. Dan kadang hal itu juga membuat mereka takut distigma dan akibatnya tidak perna membangun rakyat.



(5). KEKERASAN
Kekerasan di Papua sangat tinggi, akibatnya, fokus pada pertumbuhan ekonomi pun hilang. Kekerasan ini datangnya dari Negara terhadap Rakyat, Rakyat dengan Rakyat, bahkan Sang Bapak kepada Sang Mama (KDART).

Jika kekerasan itu datang dalam keluarga, itu tidak terlalu berdampak sangat buruk, karena Mama-mama walau pun mengalami KDART, mereka masih mampu mengelolah waktu untuk menghasilkan pendapatan mereka demi kehidupan keluarga. Atau kalau hal itu datang dari rakyat, biasanya tidak terlalu lama dan kembali normal.

Hal yang sangat fatal adalah, jika kekerasan itu datang dari Negara. Jika kekerasan datang dari Negara, biasanya dunia pun hangus. Jika kekerasan datang dari Negara, aparat selalu membakar rumah warga, aparat selalu menembak ternak warga, mencuri semua kekayaan yang ada di rumah, aparat juga melakukan penyisiran yang membuat rakyat mengungsi di hutan berbulan-bulan.

Jika rakyat mengungsi di hutan, tentu membuat ekonomi mereka hancur-hancuran. Dan Proses itu terus terjadi berulang-ulang sampai saat ini. Kadang ada skenario yang dibuat oleh aparat negara dengan menaikan Bintang Kejora (BK) hanya untuk melakukan penyisiran dan bertujuan menyiksa rakyat dan mematikan pertumbuhan ekonomi rakyat.

Bisnis Kekerasan
Sangat Susah lagi untuk menghentikan kekerasan di Papua, apalagi jika kekerasan di Papua menjadi Bisnis oknum tertentu orang. Hal itu bisa terlihat dengan jelas, di mana perebutan lahan keamanan antara TNI dan Polri, yang berdampak pada stigmatisasi terhadap rakyat sipil, dan membuat panik warga sipil dan menghancurkan perekonomian rakyat Sipil Papua.

Hal lain juga terlihat dengan Ilegal Loging dan Ilegal Maining, di mana dikawal oleh Aparat Negara, baik TNI maupun Polri, walau statusnya adalah Ilegal. Hal itu bisa dilihat jelas di Degewo, Paniai, untuk Ilegal Maining, dan Ilegal Loging seperti di Wasior dan lain-lainnya.

(6). PEMOTONGAN JALUR EKONOMI
Satu contoh yang menarik di Wamena. Dulu saat Freeport membeli sayur di Wamena, masyarakat berlomba-lomba menanam sayur. di wamena terlihat indah dengan sayur mayur. rumput hilang dari pertanian rakyat. sayangnya, hal itu lenyap setelah Freeport berhenti mengambil sayur dari Wamna dan dialihkan ke Luar Papua. ada yang bermain di sistem freeport untuk mematukan jalur ekonomi rakyat.

Hal ini juga terjadi di Moanemati. Di Moanemani, saat P5 berfungsi baik, ekonomi rakyat tumbuh dengan baik. Masyarakat fokus pada perekonomian mereka. Namun sayang jika P5 dimatikan.

Contoh lain lagi adalah, saat seorang Mama Papua yang memiliki Usaha Mikro sedang berkembang, di mana usaha dia dibuat di daerah pedalaman Papua, yakni di Dogiyai, Deyai dan Paniai, sistem angkot barang pun dilakukan melalui jalan darat. Kendaraan yang disewa olehnya, dalam perjalanan dihancurkan oleh OTK. Akibatnya, barang bawaannya pun hancur. Usaha-nya pun mengalami kehancuran.

Banyak kasus lain yang jika ditulis sangat banyak.


CATATAN:
1). Belanda tidak perna menjajah orang Papua. Belanda justru mendidik orang Papua. dan itu terbukti dengan banyaknya Tokoh orang Papua di bawah tahun 1961, di Kota Jayapura. Orang Papua pun memiliki beberapa perusahaan dan kapal terbang serta kapal laut. Orang Papua tidak perna dibantai dan dibunuh.

Tentu hal itu Beda dengan Indonesia. Indonesia justrus mematikan Ekonomi Rakyat tapi juga membunuh-bunuh orang Papua sampai mau punah. Kekerasan Negara di Papua sangat membahayakan hak hidup orang Papua di atas tanah moyang mereka. Sistem yang dibangun di Papua justru membuat orang Papua secara Ekonomi dimatikan.

Situasi ini tentu situasi Jajahan yang sangat brutal.

2). Selagi tidak ada rasa aman, proteksi, orang papua akan selalu hancur dan dihancurkan sampai pada detakan nafas sekalipun. apalagi, tidak ada satu regulasi yang mengikat orang Papua dari ancaman kepunahan dan diskriminasi.

3). Jika Konstitusi saja bisa dilanggar oleh Negara, tentu ini ancaman terhadap orang Papua. Maka, Dialog menjadi sebuah sara penting dalam menelah pentingnya penyelamatan orang Papua, tidak hanya dari bahaya Pelanggaran HAM berat, Sejarah, tapi juga Soal Ekonomi sebagai dapur kerakyatan. Jika Negara terus bertahan pada argumen negatifnya seperti pendekatan Militer, pendekatan abunawas (Tipu belaka), sampai dunia kiamat pun Ekonomi Orang Papua tidak akan berkembang.



Penulis: Marthen Goo
(Aktivis Papua, Pemerhati kemanusiaan)

Senin, 23 Februari 2015

KAU PEJUANG KEMANUSIAAN YANG PATUT KU APRESIASIKAN




Saat itu, hujan makin gerimis. Senyap pun seakan merangkul Jakarta. Kami duduk di sudut kota, bisikan pun makin terasa, itulah titihan air hujan mengetok atap seng, yang saat itu berjejer rapih ditindis pakuan.

Kami saling bertatap satu dengan yang lain. Semangat pun menjiwai kami, seakan hanya kami yang menentukan perubahan dan kehidupan di Negara yang caruk-maruk ini.

Terdengar suara bisik dari seorang teman yang berasal dari Sumater, “Kawan, saya tak tegah melihat rakyat Papua dibantai dan dibunuh. Ini pelecehan terhadap nilai kemanusiaan”. Sementara itu, satu teman yang lain, yang berasal dari Bogor pun menyambung suaranya, “Kami harus lakukan sesuatu untuk menyelamatkan rakyat Papua”. Suara lantang pun ke luar dari seorang teman yang dari makasar “Kalian Harus Merdeka, kalau kalian tidak merdeka, kalian orang Papua akan punah”.

Diskusi yang elok pun berlanjut. Seorang Wanita dengan Nada rendah pun menguluskan suara merdunya dengan berkata “Sangat sedih kalau melihat masalah di Papua. Ini sangat tidak adil. Kita harus bersuara untuk saudara-saudara du Papua”.

Mereka menunjukan kepeduliannya pada Papua. Mereka pun melakukan kampanye tentang Papua. Bagi mereka, soal kemanusiaan adalah soal Prinsip yang tak boleh ada Kompromi.

Syair Iwan Fals pun berbisik di Balik Speaker. Gendang syair mengiramakan alur diskusi kami, seakan mengajak kami untuk lebih kuat dan bersatu paduh melawan penindasan.

Mereka yang bukan orang Papua, menunjukan besar hatinya pada rakyat Papua yang mengalami jajahan dan intimidasi sejak 1962 hingga kini. Tentu ini ajakan yang luar biasa bagi semua orang Papua, terlebih khusus Pejabat-pejabat Papua untuk melihat soal masyarakat dan bergandengan tangan bersama untuk melawan kejahatan kemanusiaan di tanah Papua.

Tentu ini ajakan yang luar biasa, karena ajakan ini pun menunjukan, soal kemanusiaan, orang Papua tidak sendiri, tapi ada orang lain yang juga selalu bersuara untuk masalah di Papua. Ada orang lain yang bukan orang Papua, yang selalu menadah terik mentari dan bersuara dengan suara lantang hanya untuk Papua.

Kini, ingin ku rangkai jutaan kata hanya untuk meyakinkan bawah ada mereka yang bersuara untuk suara rakyat tertindas, namun jari ini terasa kakuh tuk menulisnya, seakan dibelenggu perasaan di luar ke sadaran yang tinggi. Hanya ucapan Apresiasi pada mereka yang tanpa lelah menyuarakan perlawanan terhadap kejahatan kemanusiaan.

Dia yang tlah mengadakan aku, kamu dan mereka pun tak tidur, tidak juga buta. DIA hanya selalu tersenyum pada mereka yang menunjukan kebesaran hatinya pada rakyat terindas. DIA pun tentu bangga bagi mereka yang mampu menyentuh dinding hati-NYA dengan sentuhan kasih dan kepedulian pada mereka yang membutuhkan keadilan.
Ku bangga diri-mu, walai sahabat kemanusiaan ku. Ku bangga diri-mu karena engkau mampu membuat Sang KHALIK tersenyum karena komitmen dan prinsip kasih dan cinta mu pada sesama.

Moga jejak langkah mu saat ini, bisa diikuti jejak langkah yang lain tuk menyuarakan keselamatan rakyat Papua yang kini diambang kepunahan.



Di Sudut Kota Jakarta
Di Balik Reruntuhan Debuh
Jakarta, 23/02/2015
Marthen Goo
(082399074842/PIN:27651EAF)