Kamis, 12 Desember 2013

FASHION SHOW CILIK KAN DIGELAR DI PAPUA

Anak-anak Papua Akan Memeriahkan Big Style Pada Fashion Show

JAYAPURA, SuaraKaumTakBersuara - Cilik Papua akan meramaikan pertunjukan Big Style mereka pada Fashion Show yang akan digelar pada 19 Desember 2013, sesuai jadwal yang sudah ditetapkan oleh Panitia Pelaksana, dan tempat kegiatan acara tersebut, di PTC, pada pukul 17.00 WIT.

Ice Q. Irene (3) merupakan seorang peserta dari Fashion Show tersebut. Ice juga perna memeriahkan Top Mode Search 2013 yang digelar di Hotel Horizon, Jakarta, 24 s/d 28 Oktober 2013 lalu. Pada SKTB, Ice berpesan pada publik "Jangan lupa menyaksikan Fashion Show kami ya, khususnya yang ada di Jayapura. bagi yang ada di luar Jayapura, jangan lupa mendoakan kami". Ice gadis Cilik berusia 3tahun ini, sangat kreaktif dan sangat aktif. Ice memiliki karakter yang unik, di mana, ia sangat akrap pada semua orang yang berjumpa dengan dirinya.


Mari dukung Ice dan semua anak-anak Papua dalam acara pengembangan bakat anak-anak Papua melalui Fashion Show ini. (N/N)


Senin, 04 November 2013

KAWAT DURI MEMALANG KANTOR GUBERNUR PAPUA




JAYAPURA, SuaraKaumTakBersuara-  Sejarah baru di Papua, dimana kawat duri dipakai menghalangi massa aksi yang hendak aksi di Kantor Gurnur. Selain itu, ada kelompok yang berdiri di dekat kawat duri yang membantu memblokade kawat duri, senin, 4 November 2013.

Penduduk Jayapura yang melintasi Dok II, Jayapura, Papua, merasa kaget ketika melihat pemalangan yang dilakukan pemerintah Porpinsi Papua dengan mengelilingi  rol kawat duri di depan kantor Gubernur. Ini merupakan sejarah baru sejak kantor Gubernur didirikan. Setiap aksi yang dilakukan oleh Masyarakat Papua, Kawat Duri tidak perna dilintasi di depan Kantor Gubernur, namun kini, Gubernur baru lukas Enembe, dalam kepemimpinannya justru membuat sejarah baru.

Gubernur baru Lukas Enembe pun, pada beberapa bulan yang lalu melarang masyarakat Papua untuk aksi. Pelarangan aksi mmerupakan bagian dari penutupan ruang demokrasi di Papua. Kali ini, di kantor Gubernur Papua dipapang gulingan Kawat Duri.

Menurut R/J, “kami merasa heran, ko kantor Gubernur bisa dipalang kawat duri. Ini sejarah baru. Ini juga bagian dari upaya mematikan ruang Demokrasi di Papua”. (M/G)

RIBUAN MAHASISWA PAPUA TURUN JALAN TOLAK OTSUS PLUS



Mahasiswa Saat Berada di Taman Imbi, Kota Jayapura. (Jubi/Arjuna)

Jayapura, 4/11 (Jubi) – Sekitar seribuan mahasiswa Papua dari berbagai universitas yang ada di Kota Jayapura dan sekitarnya turun jalan dan melakukan aksi long march dari Abepura, Kota Jayapura menuju Kantor Gubernur Papua yang jaraknya kurang lebih 25 km,Senin (4/11).

Aksi ini sebagai bentuk protes mahasiswa atas UU Otsu Plus Papua sebagai pengganti UU Otsus Papua no 21/200. Massa mengklaim dengan diberlakukan UU Otsus Plus tidak akan terjadi perubahan pada masyarakat Papua.

“Otsus Plus tidak akan merubah apapun. Otsus Plus bukan solusi bagi masyarakat asli Papua. Kami dengan tegas menolak rencana pemberlakukan Otsus Plus di Papua,” kata salah satu mahasiswa dalam orasinya.

Sementara Pelaksana Sekda Papua, Hery Dosinaen mengatakan, penolakan mahasiswa itu adalah hal yang wajar dan merupakan hak demokrasi mereka.

“Perubahan UU Otsus menjadi Otsus Plus untuk lebih penguatan jati diri, harkat martabat orang Papua, membuat makna percepatan untuk pembangunan di tanah Papua dan lebih melihat persoalan sosial dan politik lebih rekonsiliatif. Bisa saja itu ada kepentingan elit tertentu,” kata Her Dosinaen.

Dikatakan, semua orang bisa beretorika, tapi bagaimana ada keberanian dari pemimpin untuk melihat terutama regulasi. Namun secara dinamika, sampai saat ini tidak sesuai lagi.

“Acuan kita dalam penyelenggaraan pemerintahan di Papua. Itu pun ketika kita berkonsultasi ke pemerintah pusat, selalu bertabrakan secara frontal dengan regulasi sektoral lainnya. Karena didalam UU itu pasal demi pasal semua masih diatur oleh perundang-undang lainnya,” ujarnya.

(Jubi/Arjuna) 



Sumber: www.tabloidjubi.com

AKSI PULUHAN MAHASISWA PAPUA MENOLAK PEMEKARAN DI JAKARTA



JAKARTA, SuaraKaumTakBersuara - Pemekaran dinilai menjadi ancaman atas kehidupan rakyat Papua di tanah Leluhur mereka. Mahasiswa Papua melakukan aksi di depan kantor DPR RI, Menkopolhukan, Istana dan Kemendagri, senin, 4 November 2013.

Puluhan massa aksi mulai melakukan aksi di depan DPR RI pada pukul 10.30. Dalam orasi, para orator menegaskan penolakan atas pemekaran tersebut. Aksi tersebut dilanjutkan di beberapa tempat aksi, seperti di Menkopolhukam, istanah dan Kemendagrian. Massa aksi yang berjumlah puluhan orang tersebut dengan semangat menyuarakan aspirasi penolakan pemekaran karena dinilai akan mengancam hak hidup rakyat Papua. Juru Bicara pada aksi tersebut, WK, menegaskan, “kami dengan tegas menolak pemekaran, karena pemekaran akan menjadi ancaman atas hak hidup rakyat. Pemekaran tidak mensejahterakan rakyat.”

Sementara, ketika Perwakilan mahasiswa yang aksi di depan Kemendagrian melakukan Audiensi dengan pihak Kemendagrian yang diterima langsung oleh  Dirjen Penata Wilayah, Indrayanto. Menurut Indrayanto dalam Audiensi tersebut, “para elit Papua mengancam pihak Pemerintah Indonesia untuk memisahkan diri atau memerdekakan Papua apabila Pemekaran tidak disetujui”. Ancaman itu datang dari para elit-elit Papua yang mengatasnamakan rakyat untuk mendorong Pemekaran.

Mendengar pernyataan dari Dirjen tersebut, mahasiswa Papua menjadi marah dan kecewa atas permainan elit yang sudah mendorong kehancuran kehudipan rakyat Papua atas kepentingan orang tertentu atas ambisius jabatan tersebut. Mahasiswa juga menyesalkan pernyataan Dirjen yang tidak objektiv. Sesungguhnya Dirjen memperhatikan syarat-syarat pemekaran berdasarkan kelegalan dalam konstitusional Negara, bukan pada kepentingan politik yang mengancam hak hidup orang banyak.  (M/G).

Senin, 21 Oktober 2013

SELPIUS BOBII: “KAMI AKAN TETAP BERSUARA TUK RAKYAT KAMI”



JAYAPURA, SuaraKaumTakBersuara- Walau di balik jeruji besi, Selpius berkata, kami tetap berusara tuk rakyat kami. Pernyataan itu disampaikannya setelah melakukan doa syukur atas semangat juangnya tuk rakyat.

Menurut pengunjung S/T, minggu, 20/10, kemarin, Selpius dengan tegas dan lantang berkata “walau kami dipenjarahkan, kami akan selalu bersuara dan berjuang untuk keselamatan rakyat kami dari bahaya kepunahan. Kolonial tidak akan perna mau masyarakat asli hidup, sehingga, akan dilakukan berbagai upaya untuk memusnakan masyarakat asli. Hal itu bisa dilihat dengan rentetan kasus kekerasan yang terus terjadi dari awal pencaplokan Papua hingga saat ini, serta, ruang demokrasi yang selalu ditutup. Dan setiap anak Papua yang bersuara, pasti akan dibungkam dengan penyiksaan dan penangkapan sampai pada pembunuhan (penembakan), seperti Saudara kita (tuan Mako Tabuni) yang ditembak.

Menurut S/T, selpius slalu semangat, Karena baginya, berjuang untuk rakyat dan bangsa Papua, nilainya lebih tinggi karena telah berjuang untuk kemanusiaan. Selpius pun mengajak semua anak-anak Papua dan pemerhati masalah Papua untuk lebih bersatu dan bergandengan tangan untuk melihat bahaya punahnya rakyat Papua, dan harus tetap semangat dan lebih gencar menyuarakan pentingnya keselamatan rakyat dari penjajahan yang memusnakan rakyat Papua. (Stev***)

PERINGATAN 2 TAHUN KONGRES RAKYAT PAPUA KE-3, PULUHAN AKTIVIS PAPUA DITANGKAP



PAUA, SuaraKaumTakBersuara– Kegiatan peringatan KRP-3, 19 Oktober 2013, di beberapa tempat di Papua, dibubarkan oleh aparat keamanan, dan berbagai Blokade dilakukan, hanya memenjarahkan Psikologi rakyat untuk tidak berekspresi atas hak hidup mereka. Sementara itu, puluhan aktivis Papua ditangkap dan diinterogasi sebagai upaya menakuti publik dan rakyat untuk tidak berekspresi.

20 aktivis Papua ditangkap saat demo memperingati 2 tahun NRFPB, Sabtu, 19 Oktober 2013.  Sebelumnya, Aparat mengawal Longmars pendemo dari tempat kumpul merea di Jl. Cenderawasih, Puncak Onin, sampai ke areal Parkir Pasar Thumburuni. Rencana aksi digelar di areal Parkir, namun Polisi menghalau massa dan diarahkan menuju areal reklamasi Pantai Fak-fak, sekitar 200 meter dari arela parkir. Saat tibah di areal reklamasi, puluhan aparat polisi langsung mengepung massa dan memaksa massa duduk di Jalan beraspal. Polisi lalu melakukan razia dan menyita puluhan atribut bergambar Bintang Kejora dan sejumlah pamplet dan poster bergambar Tokoh-tokoh Papua Merdeka. Seorang koordinator aksi dan belasan aktivis lainnya dikurung.

Menurut A/T, Perwira Polisi yang ikut menyergap para demonstrasi menduga 20 aktivis adalah penghasut terhadap warga untuk ikut aksi ini, pasalnya para aktivis ini sudah berulang kali melakukan aksi serupa. Tambah A/T, Kapolres Fak-fak, AKBP Moh. Yusuf, pun datang ketempat di mana massa dikumpulkan dan dikepung, kemudian, Kapolres membubarkan massa, dan hendak menghantar massa pulang ke kampung asal mereka masing-masing.

Niat Kapolres untuk mengantar pulang massa aksi ke tempat mereka masing-masing kemudian ditolak oleh massa dengan memilih pulang dengan jalan kaki. Massa yang pulang berbondong-bondong pun berbisik dari satu pada yang lain terkait kelicikan Kapolres yang sudah membubarkan massa aksi namun seakan pahlawan dengan menawarkan jasa.

Sementara, 20 aktivis diangkut dengan truk berteralis menuju markas Polresta Fak-fak. Sekitar 4 jam, para aktivis diinterogasi di ruang meeting Polres Fak-fak, kemudian dipulangkan.

Hal yang serupa pun terjadi di Jayapura, Ibu Kota Propinsi Papua. Di mana, di Jayapura, acara doa syukur 2 tahun  KRP-3 (Deklarasi NFRPB) dibubarkan oleh Gabungan TNI dan Polri. Dalam proses pembubaran yang dilakukan, Aparat gabungan Polisi dan TNI juga menyita bendera PBB, kemudian menangkap Alius Asso.

Aparat memblokade jalan putaran Waena  dekat kuburan, sehingga aktivitas perekonomian dan perkantoran terhambat. Banyak rakyat yang mengeluh atas pemblokadean tersebut, namun panic, karena jika diprotes, maka akan menjadi incaran penangkapan aparat, menurut seorang warga yang saat itu melihat pemblokadean dari jarak yang jauh.

Pada hari yang sama, di lapangan Makam Theys H Eluway, gabungan Aparat keamanan bermain bola. Menurut S/S, itu hanya upaya pelarangan yang dilakukan aparat, agar kegiatan KRP-3 tidak dilakukan di dekat Makam Theys H Eluay.

Hal yang serupa pun terjadi di beberapa daerah lain di Papua, sehingga rakyat hanya memilih doa di tempat mereka masing-masing karena takut dilakukan kekerasan oleh aparat terhadap mereka. (Stev***)