Rabu, 30 April 2014

HUTAN DI PAPUA RUSAK PARAH



Masyarakat Adat di Papua Makin Kehilangan Hutan, Kehidupan Pun Makin Tak Menentu Karena Pencurian Kayu dan Penanaman Kelapa Sawit


SKTB, Sorong- Rusaknya hutan di Papua yang kian hari kian parah, kini mendapat tanggapan dari beberapa aktivis Papua, karena dinilai hutan sudah memberikan kehidupan bagi orang Papua dari moyang mereka, dan jika kini merusak, kehidupan rakyat pun akan menjadi terancam dan rakyat tidak akan lagi hidup karena tempat penyediaan makan bagi mereka pun hilang.


Kepada SuaraKaumTakBersuara, Maks Binur, Aktivis dan Budayawan Papua menjelaskan pada akun FB-nya, “Hutan di Maladum (MOI) Kabupaten Sorong, tiap minggu, bulan dan tahun terus di tebang. Hutan yang dulunya lebat dan luas, kini semakin menipis. Penebangan tersebut karena kawasan Hutan Moi sudah di Kapling untuk Perkebunan Kelapa sawit.
Lebih memprihatinkan adalah HAK-HAK Tenurial Masyarakat Adat Moi terus diabaikan, tidak dihargai dan dihormati oleh Pemerintah daerah Kabupaten Sorong dan Investor. Masyarakat adat Moi mulai dan terus tersingkir dari hutan adatnya”
. Lanjutnya “sudah saatnya Kita selematkan Hutan di Tanah Maladum untuk masa depan Anak cucu Maladum (Moi)”.
@Foto: Max Binur "rusaknya hutan Maladum di Sorong"

Sementara itu, menurut Marthen Goo, “Hutan di Papua itu tidak hanya dicuri oleh cukong-cukong dan/atau pencuri kayu tapi juga oleh Perusahaan yang menanam kelapa sawit di mana-mana. Kelapa sawit ini sudah merusak hampir sebagian ekositem di seluruh tanah Papua. Sementara, Pemerintah mengabaikan hal itu. Pemerintah belum melihat hal itu sebagai ancaman. Lucunya, kalau masyarakat mau lawan, justru berhadapan dengan aparat. Saya justru bingung, bagi aparat, yang terpenting itu menyelamatkan rakyat atau perusak hutan di Papua”. Lanjut marthen “hutan itu harga diri manusia Papua karena hutan itu satu kesatuan dengan orang Papua dan bahkan lebih dari itu, hutan juga dalah roh dan jiwa orang Papua. Jika hutan dirusak, itu artinya jiwa dan roh orang Papua juga turut dirusakan”. Tegas Marthen, “Ini harus dilawan”.

Hitan memang harus diselamatkan. Jika dianggap hal yang biasa dan tak penting, kehidupan rakyat dan alam pun akan tak menentu. (@...Stev….#)

PENCAPLOKAN PAPUA: “PRO KONTRA”



Aksi Pro dan Kontra Berlangsung di Jayapura, Situasi di Papua Selalu Makin Tidak Menentu

SKTB-Jayapura, Hari ini, kamis, 1 mei 2014, hari pencaplokan Papua ke dalam Negara Kesatuan Indonesia, yang hingga saat ini sudah berusia 51thn. Usia yang sudah mencapai stengah abad ini, ternyata tidak memberikan kontribusi positif bagi kehidupan rakyat di tanah Papua. aksi pro dan kontra terkait pencaplokan Papua ke dalam Indonesia berlangsung di Jayapura, Papua.

Siang tadi, sekitar pukul 10.30 WP, Pawai kendaraan mengelilingi jayapura dan melewati jalan skyline dengan jumlah mobil berkisar 15. Semua kendaraan tersebut dibungkusi bendera merah putih. Hampir semua orang dari pengguna kendaraan dan yang ada di atas kendaraan serta di dalam kendaraan adalah orang non-Papua. Mereka memaknai Pencaplokan ini sebagai perjuangan Negara untuk Papua.

Sementara hal itu dilihat terbalik oleh orang Papua, khususnya generasi muda Papua. Mereka memaknai Pencaplokan Papua ke dalam Indonesia ini bagian dari kejahatan kemanusiaan dan ancaman hidup bagi orang asli Papua. Hal itu bisa dilihat dengan bentuk aksi yang dilakukan oleh Pemuda dan Mahasiswa Papua di depan Kampus Uncen Abepura, jayapura, dengan tulisan pada Pemplet “Kami Bukan Indonesia” dan Kami Tolak Integrasi Papua ke dalam Indonesia”.

Kepada SuaraKaumTakBersuara, Marthen Goo (Aktivis Kemanusiaan Papua) menjelaskan, soal di Papua itu bukan soal pro dan kontra. Soal di Papua itu soal banyaknya pelanggaran HAM, Marjinalisasi makin cepat, kepunahan asli Papua pun kian gencar. Sementara, situasi di Papua dibuat tertetutup dan dipaksakan untuk tidak boleh menuntut hak hidup atas kehendak ilahi pada pribadi manusia. Lanjut Marthen, jika hal terkecil terkait kebebasan pers saja dilarang, bagi mana dengan hal yang besar. Masa hak untuk bersuara atas kondisi ril yang dihadapi oleh masyarakat saja dilarang. Ini sesungguhnya ada apa?
apa memang dibuat supaya orang Papua punah?

Tidak ada makna yang menarik dari peringatan 1 Mei ini. Yang ada hanya luka dan derita bagi kehidupan orang Papua. Luka ini harus diobati, cukup dengan ruang demokrasi melalui “Dialog Jakarta-Papua”. Tandas Marthen. (@...Stev...#)

Selasa, 29 April 2014

TANAH LELUHUR MAKIN BERALIH TANGAN



Oleh: Marthen Goo


 

Saat saya makan di sebuah Warung Sederhana, tadi malam, pukul 21.00, di Perumnas Empat,
Jayapura, Papua, ada Seorang Perempuan non-Papua, saat itu bicara sama pemilik warung itu dengan banggahnya  “Saya punya tanah 4 Hektar dan saya sudah tanam kelapa sawit, sekarang tinggal tunggu panen saja”. Ibu itu menunjukan kekayaannya dengan mengeluarkan pernyataan bahwa ia memiliki 4 hektar tanah yang ditanami kelapa sawit. Saya yang saat itu makan pun langsung merasa kenyang dan tidak lagi melanjutkan makan.  

Saya merasa aneh dan ada hal yang terganjal di perasaan saya. Masa seorang non-Papua memiliki tanah sekian hektar. Apakah orang lain juga memiliki tanah yang luasnya seperti dia atau bahkan lebih dari dia? Bagimana dengan nasip masyarakat adat yang sesungguhnya memiliki warisan tanah leluhur tersebut?

Banyak kepala suku di daerah-daerah yang karena kehilangan tanah kemudian mendiami kosan non-Papua. Saya juga merasa bahwa ini sebuah ancaman yang harus dilihat dengan seriusnnya, terlepas dari kesalahan pribadi menjual tanah, karena pemahaman akan bahaya marjinalisasi belum terlihat dalam kehidupan rakyat. Rakyat masih melihat itu hal yang wajar, dan masih merasa, mereka dilahirkan untuk dijajah dan dimarjinalkan baik oleh system maupun oleh situasi ril yang menimpah mereka.

Jika tempat kehidupan mereka saja sudah dikapling orang dan dimiliki oleh orang lain, kemana lagi mereka akan hidup?
Apakah Planet menjadi tempat hidup mereka di kemudian hari, saat marjinalisasi merangkul kehidupan mereka dan tak ada lagi harapan hidup di tanah leluhur mereka?

Sesungguhnya, Pemerintah, baik di daerah maupun di Propinsi melihat hal ini dengan serius karena ini ancaman. Jika rakyat yang Populasinya sudah sedikit kemudian kekayaannya, baik tanah dan segala isi-nya dikuasi oleh orang lain, maka kepunahan pun di ambang pintu.

Saat saya ke Wamena, banyak tanah di dekat pedalaman Papua pun sudah tidak lagi menjadi milik rakyat. Hal yang sama pun terjadi di Jayapura, Sorong, Manakwari, Merauke, Nabire dan lainnya. Situasi seperti ini harus direspon dengan sesungguhnya.

YOGANOGO YOKA YOMAN MATI DI HOTEL



Diduga Dibunuh Oleh Orang Tak Dikenal Atas Konspiratif, Baptis Akan Mendorong Pengungkapan Kasus Pembunuhan

Korban Yoka Yoman
SKTB-Jayapura,  Atas terbunuhnya anggota gereja, Yaganogo Yoka Yoman (36), 22 April 2014, Baptis Papua akan mendorong pengungkapan kasus pembunuhan tersebut, tegas Matius Murib. Matius menjelaskan, kasus tersebut terlihat ada kerja sama atas pembunuhan Yoka, di mana, jika dilihat dari bentuk visiknya, bisa dilihat ada cekikan leher. Dan anehnya lagi, ada kasus pembunuhan tapi Polisi tidak mem-polisi line-kan tempat kejadian.

Matius menjelaskan, kami berharap agar kebenaran dibalik kasus ini bisa terungkap agar rakyat bisa mendapatkan rasa keadilan.

Berikut ini kronologis peristiwanya:
Kronologi Peristiwa

a.                 Identitas korban
1)     Nama Lengkap            :Yaganogo Yoka Yoman
2)     Umur                               : 36 Tahun
3)     Pekerjaan                      : Staff Khusus Ketua Sinode Baptis Papua
4)     Agama                            : Kristen Protestan
5)     Alamat                            : Kompleks Koramil Hawai Sentani
6)     Kondisi korban             :Perut membengkak, lidah keluar, Goresan di dagu bagian kiri, darah keluar dari mulut, ingus keluar dari mulut, Muka  membengkak,lender di mulut.
7)     Tanggal kejadian        : 22 April 2014
8)     Tempat Kejadian        : Hotel Renggali, Sentani, Jayapura, Papua


b.                 Peristiwa

Selasa, 22 April 2014
Pukul 03.00 WP: Yoganogo Yoka Yoman susah tidur, dan ia mengakui ketindisan. Karena ketindisan, Yoka diingatkan oleh mamanya untuk berhati-hati kalau di perjalanan jika berjalan ke luar rumah.

Pukul 05.00 WP: Yoka keluar dari rumahnya, di kompleks Koramil Hawai, Sentani dan kemudian ke bandar udara Sentani, Jayapura, sambil mengantar rekan/keluarga  yang bernama Matius Tabuni, yang saat itu, Matius harus berangkat dari Jayapura ke Wamena.

Pukul 06.00 WP: Korban menerima telpon dari seseorang dan keluar meninggalkan bandara udara sentani ke arah Puskesmas Sentani kota dan selanjutnya menuju ke arah mana belum di ketahui .


Pukul 10.20 WP: Keluarga korban dihubungi oleh petugas medis bahwa Yaganogo Yoka Yoman sedang ada di rumah sakit Yowari sentani dalam keadaan tak bernyawa”. Keluarga korban pun dikagetkan dengan informasi seperti itu karena tidak terlalu lama peristiwa itu terjadi.

Pukul 11.00 WP: setelah terima laporan dari pihak medis, keluarga korban menuju ke rumah sakit Yowari sentani dan melihat korban, ternyata Korban sudah tidak bernyawa. Kondisi korban saat itu mengalami “perut  kembung, lidah keluar, darah keluar dari mulut, luka memar di  dagu, ingus keluar dari hidung dan hidung bengkak”.

Sekitar Pukul 13.00: Menurut sopir Ambulans  “Polisi telepon rumah sakit untuk datang ambil mayat di Hotel Renggali. Kata-nya ada penemuan mayat di kamar mandi dalam keadaan tidak bernyawa”.
Sesudah itu, sopir mengatakan, “pagi tadi kebetulan saya yang piket  jadi saya langsung pergi  angkat  mayat tersebut. Ternyata mayat itu mereka sudah langsung isi di dalam kantong hitam sehingga kami hanya angkat dan langsung bawah kerumah sakit”.

Sekitar Pukul 13.30 WP: Bapak Ketua Sinode Baptis (Socrates Sofyan Yoman) bersama  istrinya tibah di Rumah Sakit dan melihat kondisi korban yang tak bernyawa.

Pukul 15.00: Aktifis HAM bersama keluarga Korban pergi ke Kantor polisi untuk mengambil Dompet, KTP dan HP, tetapi Polisi masih menahan  Dompet, KTP dan HP dengan alasan “ ini sebagai barang bukti”. Setelah mendengar alasan barang tesebut adalah alat bukti, Akfis HAM dan keluarga Korban meminta keterangan singkat tentang kematian korban. Setelah mendapatkan keterangan, Akfis HAM dan keluarga meminta  kepada pihak kepolisian untuk mengantar Akfis HAM dan keluarga korban, ke TKP. Sampai di TKP, Akfis HAM dan keluarga menebukan fakta-fakta seperti: Bercakan darah di dinding pintu, bercakan darah di lantai kamar mandi, dan posisi pintu sudah tercabut.

Pukul 15.30: Akfis HAM dan keluarga korban, Polisi, Pemilik Hotel dan Tukang Hotel kembali ke  kantor Polisi.

Pukul 16.00: Akfis HAM dan keluarga korban pulang kembali ke rumah waena.

 Pukul 18.00 WP: Mayat dibawa pulang di rumah duka di Expo Waena , kota  Jayapura.


Kronolis Versi Polisi
 Pukul 06.30 WP: korban tibah di hotel,  lalu  korban mengatakan meminjam kamar mandi kepada resepsionis  untuk  buang air. Sebelum dipersilahkan, Korban langsung menuju kamar mandi hotel, sambil memegang dada-nya.

Pukul 09.00 WP: karena lama tidak keluar, petugas resepsionis mengecek dan mengetuk pintu kamar mandi tapi tidak ada jawaban. Karena tidak ada jawaban, maka petugas menghubungi bos hotel. Lalu bos hotel menyuruh tukang membuka pintu kamar mandi tersebut.

Setelah terbukanya pintu, ternyata disaksikan oleh 3 orang pegawai hotel,  korban dalam keadaan sikap sujud ke arah Closed.

Pukul 09.30 WP: Petugas hotel menelpon Polisi untuk olah Tempat Kejadian Perkara (TKP)

 Setelah Polisi melihat korban, lalu Polisi menelpon mobil ambulans untuk dibawa ke rumah sakit Yowari Sentani. Setelah  Ambulans tibah, korban dinaikan kedalam mobil ambulans kemudian dibawa ke rumah sakit untuk divisum luar .

Pukul 10.00 WP: korban tibah di rumah sakit Yowari sentani dan dokter memastikan bahwa korban positif meninggal dunia.


Atas kasus tersebut, keluarga korban berharap kasus tersebut bisa terungkap, walau pun, rasa pesimis warga pun ada. Keluarga pun mengucapkan terima kasih pada pihak Baptis yang ingin mengungkap kebenaran dibalik peristiwa tersebut. (***M.G***)