Rabu, 21 Januari 2015

HUKUMAN MATI MELECEHKAN HAM




Negara Harus Meminta Maaf Pada Keluarga Korban dan Menjunjung Tinggi HAM




Jakarta, 21 Januari 20015
 

Marthen Goo (Aktivis HAM Papua)

Menanggapi kasus Eksekusi Mati, banyak skali pernyataan Pro dan Kontra. Beberapa pernyataan yang mendukung Hukum Mati, diantaranya adalah Surya Paloh, Kementrian Hukum dan Ham, Kelapa Bidang Humas BNN, dan Anggota Komisioner Komnas HAM.

Berikut ini pernyataan mereka di beberapa media yang dikutip:

Surya Paloh menegaskan "Hak asasi kita hargai, tapi hukum juga harus kita hargai. Jangan berdalih kemanusiaan. Kita menjaga kedaulatan bangsa ini," lanjut Paloh, "Kalau upaya hukum sudah habis dilakukan, kenapa tidak boleh dieksekusi?"

Menurut saya, pernyataan Surya Paloh seperti ini tidak sangat relevan dengan apa itu HAM. HAM itu bukan soal jual beli atau bukan soal edar mengedar. HAM bicara soal Hak Hidup. Jangan hanya dengan alasan menjaga kedaulan Bangsa kemudian mengabaikan HAM. Yang harus dipahami adalah “HAM itu lebih tinggi dari sebuah bangsa, Negara ataupun Konstitusi”. Ham itu bicara hak hidup seseorang. Dan hak hidup seseorang itu harus dihargai oleh semua umat manusia di dunia. Soal nyawa manusia, ini soal kepribadian yang abadi, yang hanya dimiliki TUHAN pada tiap pribadi, dan TUHAN juga yang empunya Otoritas atas nyawa seseorang.

Hak hidup manusia bukan ditentukan oleh Manusia. Hak hidup manusia ditentukan oleh TUHAN. Soal kejahatan yang dilakukan oleh manusia, itu sola lain, dan tentu ada prosedur hukum sesuai dengan perbuatannya, tapi bukan dengan menghilangkan nyawa. Negara tidak memiliki Hak dengan alasan Apapun untuk menghilangkan nyawa manusia. Negara bukan TUHAN yang menentukan Hak Hidup manusia. Negara itu hanya sebuah sarana yang mengontrol kehidupan Sosial masyarakat, bukan penentu hak hidup rakyat.


Sementara menurut kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Badan Narkotika Nasional (BNN), Kombes Sumirat Dwiyanto, Selasa (20/1/2015), "Tak ada yang keliru dengan eksekusi mati terpidana narkoba, karena eksekusi dilakukan atas perintah pengadilan dan diatur oleh konstitusi," lanjutnya, "Dalam pasal 4 UU Nomor 35 tahun 2009 pada poin b disebutkan, undang-undang ini menjamin menyelamatkan bangsa Indonesia dari bahaya narkoba,"

Soal pernyataan Kepala Bidang Human BNN, menurut saya, tentu sangat keliru. Nyawa manusia itu bukan dibuat oleh Pengadilan atau Konstitusi. Nyawa manusia itu diciptakan TUHAN untuk melakukan kehidupan pada dunia. Jangan seakan pengadilan yang menentukan hak hidup manusia. Pengadilan hanya memiliki kewenangan untuk mengadili kesalahan orang lain dan sangsi diberikan pada orang itu sesuai Perbuatannya, tapi pengadilan tidak memiliki kewenangan mengambil nyawa seseorang.

Jangan memakai nama Undang-undang yang dirancang manusia hanya untuk menghilangkan nyawa manusia lain. Ini hal yang fatal. Jika Negara menghilangkan nyawa orang lain atau menumpahkan darah dengan melakukan kejahatan kemanusiaan, ini hanya akan menjadi duri dalam sistem kenegaraan. Hak Hidup Seseorang harus ditempatkan pada posisi yang tinggi dan tentu lebih tinggi dari Negara.


Menurut Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Selasa, (20/1/2015), "Ini masalah hukum Indonesia, dalam negara kita. Semua negara pasti melindungi warga negaranya, sama dengan kita. Kalau ada hukuman mati, kita berupaya melindungi warga negara kita," lanjutnya "Malaysia dan Singapura juga melakukan itu. Terbukti narkoba di sana tidak ada. Kalau tidak dilakukan, bahaya sekali. Jadi ini bukan soal warga negara, ini soal kejahatan,"

Pernyataan MenHumHam, menurut saya, Melindungi warga Negara itu bukan dengan menghilangkan nyawa orang lain. Melindungi Warga Negara itu harus dengan memperketat Aturan dan Sangsi. Menghilangkan nyawa orang lain itu bukan Solusi, itu hanya akan memberikan kesalahan fatal karena sudah melanggar HAM. Semestinya Kementrian Hukum dan HAM mengerti apa itu HAM, bukan menghilangkan HAM dengan melegalkan hukum penghilangan Hak Hidup manusia lain.


Sementara, menurut salah seorang Anggota Komisioner Komnas HAM, Manager Nasituion, Minggu (18/1/2015), " korupsi itu berimplikasi terhadap pelanggaran HAM". Lanjutnya, "Meskipun keputusan tersebut diambil secara dissenting opinion. Sebagai komisioner saya termasuk yang menyetujui hukuman mati untuk tindak pidana tertentu, seperti pembunuhan berencana, apa lagi terhadap perempuan dan anak. Termasuk bandar dan pengedar narkoba, pelaku teroris, penjahat koruptor dan penjahat kemanusiaan lainnya". Tambahnya, "Dengan demikian hukuman mati adalah konstitusional. Oleh karena itu, sebagai warga yang taat asas dan hukum, warga negara harus memahaminya."

Sangat menyedihkan, Manager yang adalah Komisi HAM, bicara hal yang justru melanggar HAM. Apakah Komisioner ini tidak memahami HAM, ataukah hanya untuk mendapat pencitraan dari Presiden...?
Sangat menyedihkan model seperti ini. Ini tentu menunjukan bahwa kasus HAM akan sangat susah diselesaikan, jika ada oknum Komisioner yang tidak mengerti Posisinya sebagai anggota pada Lembaga HAM.


Saya secara pribadi sangat membantah dilakukannya Hukuman mati. Bagi saya, Soal mati dan hidup manusia ditentukan oleh TUHAN, bukan oleh Manusia. Jika seseorang sudah melakukan kesalahan, maka, sangsi atas kesalahan itu yang diberikan, walau seberat apapun, tapi, tidak dengan menghilangkan nyawa manusia. Kita tidak bisa memposisikan diri seakan TUHAN yang menentuka Hak hidup seseorang.

Negara semestinya memperketat fungsi kontrol dan sangsi, bukan dengan menghilangkan nyawa manusia. Menghilangkan nyawa manusia sudah tentu melanggar HAM, dan ini bagian dari praktek kejahatan kemanusiaan. Kasus Narkoba itu kasus Kriminal, bukan kasus HAM. Sehingga, jika ada yang bilang ada indikasi HAM atau itu bagian dari tindakan melanggar HAM, maka itu sangat keliru.

Saya berharap, Negara harus meminta maaf pada keluarga korban Hukuman Mati, dan tidak melakukan hukuman mati pada mereka yang sudah dihukum seumur hidup. Biarkan mereka menjalani tahanan seumur hidup, dan Negara tidak menghilangkan nyawa mereka. Bagi mereka yang sudah dikenahi hukuman seumur hidup, kepada mereka diberikan sangsi lain berupa denda lebih berat, seperti menyita semua kekayaan mereka dan lainnya.

Negara juga harus tegas kepada mereka yang dipercayakan menjadi keamanan dalam sistem pengawasan Narkoba. Jika mereka terindikasi terlibat, kepada mereka harus diberikan Sangsi Tegas. Jika perlu, kepada Mereka disita Semua kekayaan sampai pada Tanah dan Rumah Kepemilikan mereka juga disita serta diberikan hukuman seumur hidup.


Penulis: Marthen Goo (Aktivis HAM Papua)

2 komentar:

  1. Komnas HAM membentuk Tim KPP ham tidak secara efektif ...

    BalasHapus
  2. Kini masyarakat, Mahasiswa, korban dan keluarga korban berharap kasus itu diusut tuntas. Apa penyebab sebenarnya dan siapa oknum di balik penembakan itu,"
    Katanya. Namun ia tetap yakin Komnas HAM akan bekerja prifesional dalam menyelidiki kasus berdarah itu. Kami berharap tidak ada pihak tertentu yang mengin tervensi

    BalasHapus