Emanuel You |
Kejadian pada tahun 2007 silam, ketika
saya melintasi Pasar Sentral Kali Bobo Nabire untuk mewawancarai mama-mama
Papua yang berjualan, masih tersimpan di memori ingatan saya dan jika mengigat
kembali sejumlah oknum pedagang ayam es bercakap-cakap itu, kadang membuat saya
sakit hati,. Percakapan-nya seperti ini: si A berkata; “bang itu ayam suda
busuk itu, buang suda,” “ah jangan, muat saja, di enaro orang akan beli,” jawab
si B. masah kok gitu? ,” iya bang, ada banyak buaya diatas?. Ah masah?,”iya
betul,” percakapan tidak berlanjut dan stop tiba-tiba karena melihat sejumlah
orang Paniai lewat disamping mereka.
PELAN,namun pasti secara perlahan-lahan
buaya-buaya, alias warga masyarakat kabupaten Paniai sedang meninggal satu
persatu, sala satu akibatnya karena warga mengkonsumsikan makan-makan
kedaluarsa hingga makanan berracun (danging yang di awetkan dengan,silikon
cair, formalin dan arsen) telah lama di dagangkan oleh para pedang di kota
Enarotali dan madi di kabupaten Paniai.
Seperti di beritakan oleh Papua Pos Nabire
(PPN) setahun yang lalu, 16 orang warga kampung Uwebutu, distrik Yatamo,
kabupaten Paniai menginggal akibat warga menghidangkan ayam es. Polemik ini
adalah satu dari sekian ribu permalahan yang sedang terjadi di tanah Wissel
Meren ini, namun terkesan pemerintah daerah kabupaten Paniai dalam hal ini
intansi-inansi terkait menganggap permasalahan-permasalahan itu bukan luar biasa
namun anggap biasa-biasa saja.
Kalau memang demikian dan ternyata itu
benar-benar terjadi hingga nyawa manusia melayang,maka untuk mengatasi akan hal
tersebut tanggung jawab siapa? silakan jawab sendiri.
Memang diakui bahwa Paniai tempatnya
menjual produk bermerek yang suda kedaluarsa. Selain itu dagang ikan laut, ayam
es yang terindikasi pengawetan daging dengan zat cair kimia, seperti
arsen,formalin dan silikon cair. Hal tersebut muncul kuat dugaan atau sebagai
jawaban sementara karena ayam es dan ikan yang di jual ketika es-nya mencair
adanya warna-warna kebiruan dan berbau amis namun isi dagingnya masih keras,
kendati demikian masyarakat tetap membeli dan menghidangkannya. Pantaslah
sebagai konsumen yang masih misikin terhadap pengetahuan bahaya konsumsi
makanan kedaluarsa dan pengawetan danging dengan zat cair kimia yang mematikan
ini.
Perdagangan seperti itu sudah dalam
berjalan bukan baru, namun hilang dari stop control pemerintah daerah secara
rutin. Pada hal jika konsumsi makanan kedaluarsa dan daging berzat kimia
seperti arsen, formalin dan slikon cair ini akan berdampak besar terhadap
manusia terutama para wong cilik (rakyat kecil). Memang rakyat konsumsi makanan
seperti ini pasti mati (bokai) kalau tidak otak manusia akan semakin tumpul,
daya ingatan akan semakin lema dan selalu mengantuk, mengapa? Ya itu racun
bukan makanan.
Terkait hal ini, seperti dilangsir di
media harian PPN, intelektual muda Paniai juga sebagai Komisariat daerah Papua
dan Papua Barat Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (Komda
PMKRI), Yanuarius Tekege,SP belum lama ini mendesak Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) kabupaten Paniai, untuk segera memanggil dan mendesak intansi
terkait untuk melakukan infeksi mendadak terhadap makanan yang berbahaya
terhadap tubuh manusia. Tidak cukup sampai disitu namun Yan berharap, perlu
adanya pencanangan program pemeriksaan secara rutin terhadap maraknya
perdagangan semua bentuk makanan yang berdampak fatal terhadap tubuh manusia.
Sunguh sadis, masyarakat di Paniai sedang
mati perlahan-lahan sala satu akibat karena rata-rata masyarakat
mengkonsumsikan makanan kedaluarsa hingga makanan yang mengandung racun yang
kini marak di jual oleh pedagang bermerek ini. Sempat saya bertanya, “pa
bagimana upaya intansi teknis melihat dan menangani persoalan makanan
kedaluarsa yang sementara ini marak di jual di pasar dan kios-kios di Enagotadi
dan Madi”? konon,” pemeriksaan kou keitai mege beu” artinya tidak ada dana
untuk pemeriksaan,” jawab kepalah dinas terkait.
Ya….ya…yaaa…. konsumen yang sedang
berimbas fatal ini, bukan manusia yang layak menghuni di negeri sendiri. Para
wong cilik adalah benda tidak bernyawa atau di anggap binatang (buaya,red).
Pemimpin semacam ini bukan untuk memberikan perlindungan,kenyamanan dan
pelayanan kepada masyarakat secara rutin, kontinyu dan bersesinambungan, akan
tetapi justru bertepuk dada dan buta mata terhadap kesengsaraan rakyatnya
ataukah ia juga menganggap orang Paniai itu buaya? Untuk mendapatkan jawaban
yang pasti tanya kepada rumput yang sedang bergoyang.
Memang pimpinan dewasa ini sulit menangisi
penderitaan rakyat, apa lagi babi satu ekor mati di pinggir kali. Sangat tidak
logis, hanya rahasial saja tunggu dana (mege) samapai korban berjatuhan juga
tunggu dana karena tidak ada dana. Ha…haha…haaaa……, sangat ironis ya.
Barang kali karena intansi terkait sepakat
degan percakapan yang menyatakan orang Paniai di vonis sebagai Buaya (pemekan
daging atau binatang buas,red) karena itu jarang bahkan tidak pernah
intansi-intansi terkait melaksanakan rahasial (pemeriksaan) terhadap makanan
dan minuman kedaluarsa serta daging-dagingan yang diawetkan dengan zat kimia
yang marak pasarkan di Enarotali dan Madi sejak dahulu kala.
Untuk itu di ingatkan kepada pemerintah
daerah terutama intansi terkait jika sepakat orang Paniai bukan buaya, maka
segerah memutuskan mata rantai persoalan yang fatal demi kalangsungan hidup
manusia itu.
Senang tidak senang, suka tidak suka harus
ada upaya tindak lanjut tegas dan berkesinambungan, bila perlu cabut surat
ijinnya dan bersangkutan pulangkan kembali ke kampung halamannya. Jangan ada
kata “tidak ada dana” (mege beu).
Barang dagangan tak bermutu yang kini
sedang marak berjualan di pasar enarotali dan di kios-kios saatnya untuk di
musnakan, bukan terdorang karena di sebut orang Paniai buaya,lalu mau ambil
tindakan. Akan tatapi hal itu kewajiban pemerintah sebab iplikasinya berdampak
fatal terhadap keberlangsungan hidup masyarakat.
Jika pembiaran terus terjadi dan kondisi
ini berlanjut tanpa adanya usaha-usaha pemusnaan, maka kondisi kesehatan
masyarakat kabupaten Paniai ada pada titik nadir.
Paniai banyak kasus yang selalu
dipendamkan, karena kejadian-kejadian tersebut dianggap peristiwa yang
biasa-biasa saja, sekalipun hingga menelan korban. jangankan tindakan angkat
bicara saja tak bisa, lantas pemimpin sebelumnya apatis terhadap semua
peristiwa ane-ane yang selalu terjadi di daerah ini. Namun pemimpin (bupati dan
wakil bupati) sekarang selalu tanggap terhadap varian pemasalahan yang terjadi
sehingga sementara ini semua kejadian bisa di meminimalisir.
Semoga makanan expair dan danging yang di
awetkan dengan zat cair kimia ini pun harus mengatasinya. kasihan masyarakat
Paniai mereka hanya tau beli lalu makan, tapi tidak perna mereka melihat bahwa
lebelnya sudah kadaluarsa atau belum serta mereka tidak bisa mendeteksi daging
yang di awetkan dengan zat cair kimia. Memang mereka (wong cilik,red) belum
mendapat informasi positif tentang bahaya mengkonsumsikan makanan kedaluarsa
atau makanan berracun sehinga terakhir “bokai” alias meninggal.
Setuju kesadarkan bupati dan wakil bupati
yang merespon bahwa selama ini warga meninggal karena penyakit membahayakan
seperti HIV/AIDS dan minum – mabuk (miras), sehingga rahasial hingga pemusnaan
miras dan penanganan secara serius terhadap pengidap HIV/AIDS sedang di
laksanakan secara rutin. Itu upaya yang luar bisa dan tidak ada bandingnya
dengan nilai uang atau harta bendaya yang lainnya, pasalnya menyelamatkan satu
nyawa itu berharga di mata Sang Penciptah serta ukuran manusia di dunia ini
menyelematkan satu nyawa sama saja selamatkan seribu nyawa dan nilainya tidak
ada bandingnya.
Usaha mepemerintah sekarang untuk meminimalisir kematian orang Paniai sedang membuahkan hasil. Akan tetapi ada satu permasalahan yang kini tidak terasa tapi pasti adalah masyarakat hidangkan makanan bermerk juga langsung bokai (meninggal,red) dan sedang mematikan urut saraf otak. Ada yang meninggalkan dunia, ada juga yang sedang mati urut saraf otaknya, sehingga orang Paniai yang dahulunya di kenal otaknya tajam dan daya ingatanya kuat itu, perlahan-lahan sedang beruba menjadi otak-otak orang Paniai semakin tumpul dan daya ingatanya semakin lemah.
Usaha mepemerintah sekarang untuk meminimalisir kematian orang Paniai sedang membuahkan hasil. Akan tetapi ada satu permasalahan yang kini tidak terasa tapi pasti adalah masyarakat hidangkan makanan bermerk juga langsung bokai (meninggal,red) dan sedang mematikan urut saraf otak. Ada yang meninggalkan dunia, ada juga yang sedang mati urut saraf otaknya, sehingga orang Paniai yang dahulunya di kenal otaknya tajam dan daya ingatanya kuat itu, perlahan-lahan sedang beruba menjadi otak-otak orang Paniai semakin tumpul dan daya ingatanya semakin lemah.
Cobah kita menlongok ke sekolah-sekolah
siswa SD dan SMP masih banyak yang tidak tahu membaca, menghafal dan
menghitung. Ironisnya, suda di jelaskan atau suda di terangkan oleh guru, namun
setelah selang waktu 5 menit kemudian guru bertanya balik kepada siswa/i,
justru mereka bingung terhadap jawaban apa yang harus di jawab atas pertanyaan
guru, pada hal barus saja guru tersebut memberikan penejelasan terkait kepada
siswa/i-nya tersebut itu. Jangankan SD dan SMP, SMU saja suda sama dengan. Hal
ini selain penyebab kegiatan belajar mengajar (KBM) yang tidak berjalan dengan
baik serta tenaga pendidik yang kurang professional dalam menterasfer ilmu
pengetahuan kepada para pendidik, sala satu indikatornya juga di sebabkan
karena mengkonsumsi makanan yang di awetakan dengan zat cair kimia. Bukan saja
itu ada juga reaksi yang akan muncul yaitu sebelumnya tidak sering mengantuk,
tetapi sekarang selalu cepat mengantuk, itu termasuk sala satu penyebab dari
selalu konsumsi makanan yang suda tidak layak di konsumsikan.
Jika ada yang tidak yakin terhadap
pernyataan saya ini bisa di telitih secara ilmiah. Hal ini orang sulit percaya
tapi polemik ini bukan sebuah retorika tetapi ini sebuah realita. Jikalau ada
yang terpanggil untuk meneliti pernyataan terkait pasti temuan akhirnya sama.
Permasalah tersebut perlu penanganan
secara kontinyu dan bijaksana. Jangan hanya berdiam diri tunggu-tunggu proyek
saja, tetapi bekerjalah secara maksimal untuk selamatkan rakyat. Anda
ditempatkan disana bukan untuk apatis terhadap permasalahan daerah, tapi di
tempatkan atau di berikan jabatan untuk membangun, mengayomi, melindungi dan
mensejahterakan masyarakat. Untuk itu, layanilah sesama yang tertindas dan
membangkitkan mereka yang lemah, bukan sebaliknya, menuju Paniai Sejahtera. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar