Oleh: Marthen Goo
Saat saya makan di sebuah Warung Sederhana, tadi malam, pukul 21.00, di
Perumnas Empat,
Jayapura, Papua, ada Seorang Perempuan non-Papua, saat itu
bicara sama pemilik warung itu dengan banggahnya “Saya punya tanah 4 Hektar dan saya sudah
tanam kelapa sawit, sekarang tinggal tunggu panen saja”. Ibu itu menunjukan
kekayaannya dengan mengeluarkan pernyataan bahwa ia memiliki 4 hektar tanah
yang ditanami kelapa sawit. Saya yang saat itu makan pun langsung merasa
kenyang dan tidak lagi melanjutkan makan.
Saya merasa aneh dan ada hal yang terganjal di perasaan saya. Masa
seorang non-Papua memiliki tanah sekian hektar. Apakah orang lain juga memiliki
tanah yang luasnya seperti dia atau bahkan lebih dari dia? Bagimana dengan
nasip masyarakat adat yang sesungguhnya memiliki warisan tanah leluhur
tersebut?
Banyak kepala suku di daerah-daerah yang karena kehilangan tanah
kemudian mendiami kosan non-Papua. Saya juga merasa bahwa ini sebuah ancaman
yang harus dilihat dengan seriusnnya, terlepas dari kesalahan pribadi menjual
tanah, karena pemahaman akan bahaya marjinalisasi belum terlihat dalam
kehidupan rakyat. Rakyat masih melihat itu hal yang wajar, dan masih merasa,
mereka dilahirkan untuk dijajah dan dimarjinalkan baik oleh system maupun oleh
situasi ril yang menimpah mereka.
Jika tempat kehidupan mereka saja sudah dikapling orang dan
dimiliki oleh orang lain, kemana lagi mereka akan hidup?
Apakah Planet menjadi tempat hidup mereka di kemudian hari, saat
marjinalisasi merangkul kehidupan mereka dan tak ada lagi harapan hidup di
tanah leluhur mereka?
Sesungguhnya, Pemerintah, baik di daerah maupun di Propinsi melihat hal
ini dengan serius karena ini ancaman. Jika rakyat yang Populasinya sudah
sedikit kemudian kekayaannya, baik tanah dan segala isi-nya dikuasi oleh orang
lain, maka kepunahan pun di ambang pintu.
Saat saya ke Wamena, banyak tanah di dekat pedalaman Papua pun sudah
tidak lagi menjadi milik rakyat. Hal yang sama pun terjadi di Jayapura, Sorong,
Manakwari, Merauke, Nabire dan lainnya. Situasi seperti ini harus direspon
dengan sesungguhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar