Rabu, 30 April 2014

PENCAPLOKAN PAPUA: “PRO KONTRA”



Aksi Pro dan Kontra Berlangsung di Jayapura, Situasi di Papua Selalu Makin Tidak Menentu

SKTB-Jayapura, Hari ini, kamis, 1 mei 2014, hari pencaplokan Papua ke dalam Negara Kesatuan Indonesia, yang hingga saat ini sudah berusia 51thn. Usia yang sudah mencapai stengah abad ini, ternyata tidak memberikan kontribusi positif bagi kehidupan rakyat di tanah Papua. aksi pro dan kontra terkait pencaplokan Papua ke dalam Indonesia berlangsung di Jayapura, Papua.

Siang tadi, sekitar pukul 10.30 WP, Pawai kendaraan mengelilingi jayapura dan melewati jalan skyline dengan jumlah mobil berkisar 15. Semua kendaraan tersebut dibungkusi bendera merah putih. Hampir semua orang dari pengguna kendaraan dan yang ada di atas kendaraan serta di dalam kendaraan adalah orang non-Papua. Mereka memaknai Pencaplokan ini sebagai perjuangan Negara untuk Papua.

Sementara hal itu dilihat terbalik oleh orang Papua, khususnya generasi muda Papua. Mereka memaknai Pencaplokan Papua ke dalam Indonesia ini bagian dari kejahatan kemanusiaan dan ancaman hidup bagi orang asli Papua. Hal itu bisa dilihat dengan bentuk aksi yang dilakukan oleh Pemuda dan Mahasiswa Papua di depan Kampus Uncen Abepura, jayapura, dengan tulisan pada Pemplet “Kami Bukan Indonesia” dan Kami Tolak Integrasi Papua ke dalam Indonesia”.

Kepada SuaraKaumTakBersuara, Marthen Goo (Aktivis Kemanusiaan Papua) menjelaskan, soal di Papua itu bukan soal pro dan kontra. Soal di Papua itu soal banyaknya pelanggaran HAM, Marjinalisasi makin cepat, kepunahan asli Papua pun kian gencar. Sementara, situasi di Papua dibuat tertetutup dan dipaksakan untuk tidak boleh menuntut hak hidup atas kehendak ilahi pada pribadi manusia. Lanjut Marthen, jika hal terkecil terkait kebebasan pers saja dilarang, bagi mana dengan hal yang besar. Masa hak untuk bersuara atas kondisi ril yang dihadapi oleh masyarakat saja dilarang. Ini sesungguhnya ada apa?
apa memang dibuat supaya orang Papua punah?

Tidak ada makna yang menarik dari peringatan 1 Mei ini. Yang ada hanya luka dan derita bagi kehidupan orang Papua. Luka ini harus diobati, cukup dengan ruang demokrasi melalui “Dialog Jakarta-Papua”. Tandas Marthen. (@...Stev...#)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar