Oleh:
Marthen Goo (Aktivis Kemanusiaan Papua)
Marthen Goo |
Dalam mekanisme lahirnya sebuah Undang-undang sebagai payung
hukum atas pedoman lahirnya kebijakan baru, maka, yang harus diperhatikan lebih
jauh adalah mekanisme lahirnya Undang-undang sampai pada keformalan
Undang-undag tersebut. Undang-undang tidak bisa lahir atas kepentingan satu
atau dua orang tertentu atau memakai nama Negara tanpa melewati mekanisme
formal lahirnya sebuah Undang-undang.
Lebih buruk lagi, dalam sistim Konstitusi, oknum atau
kelompok orang yang melahirkan sebuah produk hukum baru tanpa melalui prosedural
baku, tidak diberikan hukuman dan/atau sangsi hukum atas kebijakan yang
bertentangan dengan konstitusi. Tentu, jika ada efek jerah, maka semua pemangku
kebijakan akan takut dan hati-hati melakukan hal yang sifatnya bertentangan
dengan konstitusi. Sayangnya, hal yang berkaitan dengan penyelewengan Konstitusi terkait dengan lahirnya produk hukum baru yang bertentangan dengan konstitusi belum diatur dalam Konstitusi Negara Indonesia
Terkait
Otsus Plus.
Otsus Plus sesungguhnya bertentangan dengan Konstitusi
Negara Indonesia. Otsus Plus Un-Konstitusi dikarenakan dua hal, yakni: “Tidak melalui mekanisme Formal dan Tidak
ada istilah Otsus plus”.
1.
Tidak
melalui mekanisme Formal.
Sebuah Undang-undang selalu lahir melalui mekanisme
formal, melalui tahapan jejaring informasi, sosialisasi, kesepakatan bersama,
dan semua berdasarkan kondisi objektif dari situasi yang terjadi dalam rangka
protesi dan pengembangan baik ekonomi, social, politik, budaya dan kesehatan
masyarakat setembat. Setelah jejaring, kemudian dilakukan penyaluran aspirasi
dari tingkatan terkecil, menengah dan atas, atas rekomendasi-rekomendasi yang
bersifat akuntabel dan olistik serta dapat dipertanggungjawabkan bentuk
penyalurannya.
2.
Tidak ada Istilah
Otsus Plus dalam konstitusi dan Sistem Pemerintahan
Dalam Konstitusi dan khususnya dalam Pemerintahan di
dunia mana pun, Otonomi hanya ada dua istilah, yakni, Otonomu Khusus dan
Otonomi Daerah. Berdasarkan hal itu, maka, Istilah Otsus Plus yang dihebokan di
Papua sesungguhnya bertentangan dengan Konstitusi.
Sehingga, jika hal itu tetap dipaksakan untuk
dilaksanakan di Papua, maka, akan mencederai Konstitusi Negara dan akan menjadi
bahan lelucon semua pihak di dunia, khususnya bagi mereka yang memahami
Konstitusi. Dan sesungguhnya, istilah Otsus Plus “Batal” demi Hukum. Jika kasus
ini hendak digugat di MK, maka, MK akan membatalkan Rancangan UU Otsus Plus ini
karena mencederai Konstitusi, walau, hal itu akan dipaksakan dilakukan.
Satu contoh kasus Produk hukum yang bertentangan dengan Konstitusi namun dipaksakan di Papua adalah “Impres No. 1 thn 2003”. Impres yang lahir di jaman kepemimpinan Megawati Soekarno Putri tersebut, demi hukum dibatalkan oleh MK, namun, dipaksakan jalan terus dan lahir dua Propinsi baru di Papua, yakni Irian Jaya Barat dan Irian Jaya Tengah, yang waktu itu, terjadi korban nyawa di Timika dan dipending pemekaran Propinsi Irian Jaya Tengah, sementara Irian Jaya Barat tetap dijalankan sistem Pemerintahannya.
Melihat beberapa contoh kasus lahirnya beberapa Payung hukum yang bertentangan dengan Konstitusi namun tetap dijalankan, maka, sesungguhnya telah merendahkan martabat Papua karena di Papua, kebijakan yang dipaksakan hanya kebijakan Politik yang sudah bertentangan dengan Hukum atau Konstitusi Negara.
Satu contoh kasus Produk hukum yang bertentangan dengan Konstitusi namun dipaksakan di Papua adalah “Impres No. 1 thn 2003”. Impres yang lahir di jaman kepemimpinan Megawati Soekarno Putri tersebut, demi hukum dibatalkan oleh MK, namun, dipaksakan jalan terus dan lahir dua Propinsi baru di Papua, yakni Irian Jaya Barat dan Irian Jaya Tengah, yang waktu itu, terjadi korban nyawa di Timika dan dipending pemekaran Propinsi Irian Jaya Tengah, sementara Irian Jaya Barat tetap dijalankan sistem Pemerintahannya.
Melihat beberapa contoh kasus lahirnya beberapa Payung hukum yang bertentangan dengan Konstitusi namun tetap dijalankan, maka, sesungguhnya telah merendahkan martabat Papua karena di Papua, kebijakan yang dipaksakan hanya kebijakan Politik yang sudah bertentangan dengan Hukum atau Konstitusi Negara.
Melihat hal itu, maka, kesadaran kritis harus lahir,
tidak hanya dikalangan Masyarakat dan Pemuda, tapi juga harus lahir di kalangan
pejabat, baik di Kabupaten maupun di Gubernur agar tidak ditipu dan
dipermainkan oleh Jakarta untuk melaksanakan kebijakan yang bertentangan dengan
Konstitusi. Sesungguhnya, Konstitusi
sebuah Negara itu bukan untuk dilanggar tapi dipatuhi dan dijalankan
berdasarkan Konstitusi yang berlaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar