Penulis: Marthen Goo
Kita semua tahu, sebagai Anggota
PBB, Indonesia telah meratifikasi setidaknya enam instrument penting PBB
tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Enam
Instrumen tersebut adalah : (1). Konvensi melawan penyiksaan dan
perlakuan kejam lainnya termaksud perlakuan Merendahkan dan Hukuman; (2).
Konvensi Internasional untuk Hak Politik dan Hak Sipil; (3). Konvensi
penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita; (4). Konvensi
Internasional penghapusan segala bentuk diskriminasi Ras; (5). Konvensi
Internasional untuk hak-hak Ekonomi, social dan budaya; (6). Konvensi hak-hak
anak.
Dalam Instrumen tersebut, ada tiga
kewajiban Negara-negara yang sudah meratifikasi instrument HAM tersebut. Tiga kewajiban
tersebut adalah : (1). Kewajiban untuk melindungi HAM; (2). Kewajiban untuk menghormati
dan memajukan HAM; (3). Kewajiban untuk memenuhi HAM.
Namun sampai saat ini, bentuk
tindakan kongkrit dalam implementasi Ratifikasi tidak terlihat. Kewajiban dari
ratifikasi tersebut pun tidak dilaksanakan satu kasus pun. Banyak kasus
pelanggaran HAM yang terjadi di seluruh Indonesia sampai saat ini, tidak ada
satu kasus pun yang dilakukan tuk penyelesaiannya sebagai bentuk ratifikasi.
Korban tidak perna mendapatkan rasa keadilan. Hal itu lebih buruk lagi di
Papua. Semua kasus dipolitisir oleh Pemerintah dan Aparat Negara dan melegalkan
tindakan kekerasan tanpa ada sedikit rasa keadilan bagi korban. Hal yang lebih
sederhana saja, dengan matinya ruang Demokrasi di Papua.
Sementara, Pemerintah Pusat melalui
Menteri luar Negeri hanya pandai menjilat lidah dengan berkata “pemerintah
memiliki niat yang baik dalam memelihara dan HAM di Indonesia”. Pernyataan
miring itu bertentangan dengan kondisi ril yang terjadi di kehidupan rakyat.
Pemerintah menjadi penipu pada Publik Internasional terkait kejahatan
kemanusiaan yang selalu dilakukan oleh Negara.
Jika demikian adanya, maka, bentuk
ratifikasi tersebut harus dipertanyakan penerapannya. Rakyat sudah saatnya harus
bangkit dan melawan ketidak adilan yang terjadi, apalagi, secara subtansial,
Konstitusionalnya melindungi rakyat. UU pun melindungi rakyat, apalagi, bentuk
ratifikasi menjamin hak rakyat dalam melawan ketidak adilan yang terjadi,
terlebih khususnya soal pelanggaran HAM.